Selamat Datang, Salam Kenal

Selamat Datang, Salam Kenal
Anda bisa juga tengok postingan lainnya dengan klik foto saya

Senin, 31 Mei 2010

Profil Manajer dan Pemimpin Pendidikan yang Dibutuhkan Saat ini

Untuk menghadapi tantangan dan permasalahan pendidikan nasional yang amat berat saat ini, mau tidak mau pendidikan harus dipegang oleh para manajer dan pemimpin yang sanggup menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, baik pada level makro maupun mikro di sekolah.
Merujuk pada pemikiran Rodney Overton (2002) tentang profil manajer dan pemimpin yang dibutuhkan saat ini, berikut ini diuraikan secara singkat tentang 20 profil manajer dan pemimpin pendidikan yang yang dibutuhkan saat ini.

70% Kepala Sekolah Tidak Kompeten

Departemen Pendidikan Nasional memperkirakan 70 persen dari 250 ribu kepala sekolah di Indonesia tidak kompeten. Berdasarkan ketentuan Departemen, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Namun, hampir semua kepala sekolah lemah di bidang kompetensi manajerial dan supervisi. “Padahal dua kompetensi itu merupakan kekuatan kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik,” kata Direktur Tenaga Kependidikan Surya Dharma kepada wartawan di Jakarta kemarin.

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

Kepemiminan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan.
Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.

  1. Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan sekolah.
  2. Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
  3. Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sekolah ke arah yang lebih baik.
  4. Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut:
  1. Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
  2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
  3. Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
  4. Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
  5. Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
  6. Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi
Sumber:
Adaptasi dari :
John Hall, et.al. 2002. Transformational Leadership: The Transformation of Managers and Associates. on line : www.edis.ifas.ufl.edu

Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah

Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan. Wayan Koster mengemukakan bahwa dalam konteks MPMBS, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan: (1) menjabarkan sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar, (2) kepala administrasi, (3) sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pengajaran, dan (4) mempunyai tugas untuk mengatur, mengorganisir dan memimpin keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah.

Kompetensi Kepala Sekolah

A. Kompetensi Kepribadian
1. Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin :
    Kompetensi Kepala Sekolah
  • Selalu konsisten dalam berfikir, bersikap, berucap, dan berbuat dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi
  • Memiliki komitmen/loyalitas/ dedikasi/etos kerja yang tinggi dalam setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi.
  • Tegas dalam dalam mengambil sikap dan tindakan sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.
  • Disiplin dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi.

Kepemimpinan Pendidikan

Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam, di beberapa negara telah berupaya untuk melakukan revitalisasi pendidikan. Revitalisasi ini termasuk pula dalam hal perubahan paradigma kepemimpinan pendidikan, terutama dalam hal pola hubungan atasan-bawahan, yang semula bersifat hierarkis-komando menuju ke arah kemitraan bersama. Pada hubungan atasan-bawahan yang bersifat hierarkis-komando, seringkali menempatkan bawahan sebagai objek tanpa daya. Pemaksaan kehendak dan pragmatis merupakan sikap dan perilaku yang kerap kali mewarnai kepemimpinan komando-birokratik-hierarkis, yang pada akhirnya hal ini berakibat fatal terhadap terbelenggunya sikap inovatif dan kreatif dari setiap bawahan. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, mereka cenderung bersikap a priori dan bertindak hanya atas dasar perintah sang pemimpin semata. Dengan kondisi demikian, pada akhirnya akan sulit dicapai kinerja yang unggul.

Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala Sekolah memiliki dua peran strategis sebagai leader dan manajer di sekolah. Sahabat saya, Unifah Rosyidi mengupas tentang apa, bagaimana dan untuk apa kepemimpinan kepala sekolah dikaitkan dengan learning organization, Anda ingin mengetahui lebih jauh, silahkan klik tautan di bawah ini, namun jangan lupa komentar Anda sangat diharapkan.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Materi Terkait:

Peran Strategis Komite Sekolah

Semenjak diluncurkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dalam sistem manajemen sekolah, Komite Sekolah sebagai organisasi mitra sekolah memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya turut serta mengembangkan pendidikan di sekolah. Kehadirannya tidak hanya sekedar sebagai stempel sekolah semata, khususnya dalam upaya memungut biaya dari orang tua siswa, namun lebih jauh Komite Sekolah harus dapat menjadi sebuah organisasi yang benar-benar dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa dari masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah serta dapat menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di sekolah.

Tujuh Sikap untuk Mencairkan Konflik di Sekolah

Konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dihadapkan dengan motif, keyakinan, nilai dan tujuan yang saling bertentangan. Konflik bisa dialami oleh siapapun dan di manapun, termasuk oleh komunitas di sekolah. Siswa, guru, atau pun kepala sekolah dalam waktu-waktu tertentu sangat mungkin dihadapkan dengan konflik.

Perilaku Nyontek dalam Pendidikan

Menyontek atau cheating memang bukan hal baru dalam dunia pendidikan, yang biasanya dilakukan oleh seorang atau sekelompok siswa/mahasiswa pada saat menghadapi ujian (test), misalnya dengan cara melihat catatan atau melihat pekerjaan orang lain atau pada saat memenuhi tugas pembuatan makalah (skripsi) dengan cara menjiplak karya orang lain dengan tanpa mencantumkan sumbernya (plagiat). Menurut Wikipedia cheating merupakan tindakan bohong, curang, penipuan guna memperoleh keuntungan teretentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Meski tidak ditunjang dengan bukti empiris, banyak orang menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia mengikuti pendidikan.

Program Induksi untuk Mencegah Malpraktik di Dunia Pendidikan

JAKARTA–Malapraktik ternyata tak hanya terjadi di dunia kedokteran. Di dunia pendidikan, kasus malapraktik pun banyak ditemukan terutama pada kelas pemula di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD), yakni kelas 1, 2 dan 3. ” Siswa malas belajar, menjadi pasif, dan takut terhadap jenis mata pelajaran tertentu, serta prestasi siswa tidak optimal, ini bisa jadi indikasi malapraktik. Padahal, saat di TK siswa-siswa itu kreatif,” ujar Kepala Sub Direktorat Program Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas, Abi Sujak, dalam siaran persnya, Rabu (2/9).Menurut Abi, indikasi demikian banyak ditemukan pada anak didik.

Aplikasi Teori Kebutuhan Maslow di Sekolah

Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.

Rasa Cinta dalam Pendidikan

Sebagai salah satu bentuk emosi individu, rasa cinta bisa hadir dalam subjek dan objek serta situasi yang beragam. Dalam pendidikan pun sebenarnya terdapat rasa cinta, baik yang dialami oleh guru, siswa, atau orang lainnya yang terlibat dalam pendidikan. Sebagai perwujudan dari sikap profesionalnya, selain dituntut untuk dapat memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan yang digelutinya, seorang guru juga penting untuk dapat memiliki rasa cinta terhadap peserta didiknya. Bentuk manifestasi cinta guru terhadap peserta didiknya tentunya berbeda dengan bentuk manifestasi jenis cinta lainnya, seperti cinta erotis, cinta Tuhan, atau cinta orang tua. Walau pun dalam kasus-kasus tertentu didapati tumpang tindih dalam mewujudkan rasa cintanya, dimana kecintaan terhadap peserta didik berubah menjadi cinta erotis, yang tentu saja menjadi sangat berbeda dan bertolak belakang dari makna yang sesungguhnya.

Guru dan Siswa yang Terintimidasi

Les Parsons dalam bukunya yang berjudul Bullied Teacher Bullied Student mengupas tentang perilaku intimidasi di sekolah, baik yang dilakukan oleh siswa, guru, maupun kepala sekolah. Dengan mengutip pemikiran Peter Randall, dikemukakannya bahwa yang dimaksud dengan perilaku intimidasi adalah perilaku agresif yang muncul dari suatu maksud yang disengaja untuk mengakibatkan tekanan kepada orang lain secara fisik dan psikologis. Perilaku yang agresif dan menyakitkan ini dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang. Disebutkan pula, bahwa kunci utama dari pengertian ini terletak pada penyalahgunaan secara sistematis  dari ketidakseimbangan kekuatan.

Terdapat beberapa poin penting tentang permasalahan perilaku intimidasi di sekolah, diantaranya:

6 Mithos tentang Kreativitas

Teresa Amabile telah melakukan studi tentang kreativitas hampir selama 30 tahun, melalui kerjasamanya dengan para mahasiswa kandidat Ph.D, manajer berbagai jenis perusahaan dan mengumpulkan 12 000 jurnal harian dan serta berbagai aktivitas lainnya yang terkait dengan proyek kreativitas. Berdasarkan hasil telaahannya dia mengungkapkan 6 mithos tentang kreativitas yang terjadi selama ini. Keenam mithos tersebut adalah.

Sekolah sebagai Agen Penyebar Virus Positif Karakter dan Budaya Bangsa

Jakarta, Depdiknas- Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai agen penyebar virus positif terhadap karakter dan budaya bangsa. Tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter dan budaya, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mensistemasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh pada Sarasehan Nasional  Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Hotel Bumikarsa Bidakara, Jakarta, Kamis (14/1/2010).
Karakter dan Budaya Bangsa
Pada acara yang dipandu Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menghadirkan pembicara utama Mantan Mendiknas Yahya Muhaimin, Budayawan Frans Magnis Suseno, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Abdullah Syukri Zarkasyi.

5 Bentuk Budaya Guru

Budaya sekolah memiliki bentuk-bentuk budaya tertentu dan salah satunya adalah bentuk budaya guru yang menggambarkan tentang karakeristik pola-pola hubungan guru di sekolah. Hargreaves (1992) telah mengidentifikasi lima bentuk budaya guru, yaitu : Individualism, Balkanization, Contrived Collegiality, Collaboration, dan Moving Mosaic.

Budaya Organisasi di Sekolah

Oleh : Akhmad Sudrajat, *))
A. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya Organisasi di SekolahPemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak lepas dari konsep dasar tentang budaya itu sendiri, yang merupakan salah satu terminologi yang banyak digunakan dalam bidang antropologi.  Dewasa ini, dalam pandangan antropologi sendiri, konsep budaya ternyata telah mengalami pergeseran makna. Sebagaimana dinyatakan oleh C.A. Van Peursen (1984) bahwa dulu orang berpendapat budaya meliputi segala manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani, seperti : agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara dan sebagainya. Tetapi pendapat tersebut sudah sejak lama disingkirkan. Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang. Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku dan statis. Budaya tidak tidak diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata kerja yang dihubungkan dengan kegiatan manusia.Dari sini timbul pertanyaan, apa sesungguhnya budaya itu ? Marvin Bower seperti disampaikain oleh Alan Cowling dan Philip James (1996), secara ringkas memberikan pengertian budaya sebagai “cara kita melakukan hal-hal di sini”.

Kesalahan Perlakuan Fisik dan Psikologis di Kelas

Oleh : Akhmad Sudrajat*))
sekolah berbahayaDalam bukunya yang berjudul “DangerousSchool”, Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook (1999) memaparkan tentang sekolah berbahaya. Buku tersebut ditulis berdasarkan hasil pengalaman dan pengamatannya dalam menjalankan profesinya sebagai psikolog sekolah (school psychologist) selama lebih dari tiga puluh tahun. Dari berbagai kasus yang ditanganinya dan juga kasus-kasus lain yang diamatinya, dia mengungkapkan tentang sekolah berbahaya yang ditandai dengan adanya sejumlah kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment) di kelas.

Mutu Pendidikan Kita Rendah, yang salah siapa….?

Oleh: Ricky Ekaputra Foeh.,MM
Pengantar
Mutu Pendidikan Kita RendahTidak terasa dalam bulan ini Republik-ku telah berulangtahun yang ke 63. sebuah perjalanan panjang bangsa ini, menapaki hari hari yang penuh harapan. Membangun kejayaan bangsa yang makin lama makin redup seiring perubahan yang terjadi. Kita hidup dalam dunia yang penuh perubahan. Jika kita kita mampu mengelola perubahan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi kita maka dengan sendirinya kita akan tergilas didalam perubahan itu. Perubahan terjadi dimana mana, termasuk dalam dunia pendidikan kita.
Dewasa ini Sumber Daya Manusia dituntut mampu berkompetisi dalam dalam dunia global. Membangun sumber daya manusia berkualitas tentu merupakan suatu tantangan tersendiri. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia diperhadapkan dengan sangat terpuruk nya mutu pendidikan, walaupun tidak dapat kita pungkiri dilain sisi terdapat beberapa anak bangsa berhasil mencetak prestasi yang membanggakan bagi kita semua. Tentunya kita tidak dapat berpuas diri dengan hanya mengandalkan beberapa orang saja dari sekian ratus juta jiwa anak bangsa yang hidup di republik ini dalam mencetak berbagai prestasi berkaliber dunia.
Di Nusa Tenggara Timur mutu pendidikan kita sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil ujian nasional yang sangat terpuruk dan merosot. Masing-masing orang mulai mencari kambing hitam. Berbagai kesalahan ditimpakan kepada Guru yang tidak cakap mengajar, Siswa yang kurang belajar, Orang tua yang tidak bisa mendidik, lembaga pendidikan yang tidak mampu mengelola sebuah konsep pendidikan yang bermutu, bahkan pemerintah yang dinilai kurang cermat dalam menyusun kurikulum.

Memperbaiki Mutu Pendidikan melalui Team Work

Istilah “Teammerujuk kepada suatu kelompok yang bekerja sama untuk mencapai suatu misi atau tujuan tertentu. Team memiliki bentuk, misi, dan durasi yang beragam. Karolyn J. Snyder and Robert H. Anderson (1986) mengidentifikasi dua tipe team, yaitu team permanen dan team sementara. Team permanen mengkhususkan dalam fungsi tertentu yang dilakukan secara berkelanjutan. Sedangkan, team sementara merupakan team yang diorganisasikan hanya untuk kepentingan dan tujuan jangka pendek yang kemudian dapat dibubarkan kembali, setelah pekerjaan selesai. Biasanya bertugas menangani proyek yang bersifat sementara.

Pengembangan Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
budaya sekolah

Makna Baru Perubahan Pendidikan (The New Meaning of Education Change)

Judul Buku: The New Meaning of Education Change
Penulis: Fullan, Michael G. dan Stiegelbauer, Suzanne
Tahun : 1991 edisi kedua
Penerbit: Teacher College Press, N.Y
Buku ini membahas tentang makna (baru) perubahan pendidikan dalam tiga bagian dan enam belas bab. Judul ketiga bagian tersebut adalah (I) Memahami Perubahan Pendidikan, (II) Perubahan Pendidikan pada Tingkat Lokal dan (III) Perubahan Pendidikan pada Tingkat Regional dan Nasional.
Adapun judul-judul keenambelas bab tersebut adalah: (1) Tujuan dan Sistematika Buku, (2) Sumber-Sumber Perubahan Pendidikan, (3) Makna Perubahan Pendidikan, (4) Sebab dan Proses Inisiasi, (5) Sebab/Proses Implementasi dan Kontinuasi, (6) Merencanakan, Melaksanakan dan Menangani Perubahan, (7) Guru, (8) Kepala Sekolah, (9) Siswa, (10) Administratur Distrik, (11) Konsultan, (12) Orang Tua dan Komunitas, (13) Pemerintah, (14) Persiapan peofesional Guru, (15) Pengembangan Profesional Pendidik dan (15) Masa Depan Perubahan Pendidikan.
Berikut adalah substansi tiap bab dimaksud.

Manajemen Kinerja Guru

Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.

13 Ciri-Ciri Sekolah Bermutu

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim (2006) mengidentifikasi 13 ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu:
  1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
  2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
  3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya..
  4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.

14 Cara Menumbuhkan Semangat Kerjasama di Sekolah

Kerja sama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Kerja sama memiliki dimensi yang sangat luas dalam kehidupan manusia, baik terkait tujuan positif maupun negatif.  Dalam hal apa, bagaimana, kapan dan di mana seseorang harus bekerjasama dengan orang lain tergantung pada kompleksitas dan tingkat kemajuan peradaban orang tersebut. Semakin modern seseorang, maka ia akan  semakin banyak bekerja sama dengan orang lain, bahkan seakan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu tentunya dengan bantuan perangkat teknologi yang modern pula.
Kerjasama
Bentuk kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok orang dan usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bekerjasama sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa, kerjasama akan semakin berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini adalah keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kerja sama tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah kolempok. Oleh karena itu, selain keahlian juga dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam setiap lingkungan atau bersama segala mitra yang dijumpai.

Iklim Sekolah Kaitannya dengan Hasil Akademik dan Non Akademik Siswa

Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas. Halpin dan Croft (1963) menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah sesuatu yang bersifat intangible tetapi memiliki konsekuensi terhadap organisasi.

10 Langkah Praktis untuk Menjaga Kehidupan Inovasi dalam Organisasi

Joyce Wycoff (2004) mengemukakan tentang 10 langkah praktis untuk mempertahankan kehidupan inovasi dalam suatu organisasi. Kesepuluh langkah tersebut adalah:
inovasi
  1. Hilangkan rasa takut dalam organisasi. Innovasi artinya melakukan sesuatu yang baru dan sesuatu yang baru itu mungkin akan gagal, jika orang-orang senantiasa diliputi ketakutan akan kegagalan.
  2. Jadikan inovasi sebagai bagian dari sistem penilaian kinerja setiap orang. Tanyakan kepada mereka, apa yang akan mereka ciptakan atau tingkatkan pada masa-masa yang akan datang, kemudian ikuti kemajuannya.

Sekolah Sehat dan Sekolah Sakit

Sekolah sebagai sebuah organisasi dituntut untuk dapat memecahkan: (1) masalah tentang bagaimana memperoleh sumber daya yang mencukupi dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungannya, (2) masalah tentang upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, (3) masalah pemeliharaan solidaritas, dan (4) masalah upaya menciptakan dan mempertahankan keunikan nilai yang dkembangkan di sekolah.
Keempat hal di atas menjadi kerangka acuan dalam mengembangkan sekolah sehat. Sekolah sehat pada dasarnya merupakan bagian dari kajian tentang iklim sekolah atau budaya sekolah, yang di dalamnya membicarakan tentang kemampuan sekolah untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi sekolah dan kemampuan sekolah dalam mengatasi berbagai tekanan eksternal yang dapat mengganggu terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dalam bukunya yang berjudul Educational Administration, Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (2003) memaparkan tentang kriteria sekolah sehat, yang terbagi ke dalam tiga level dan tujuh dimensi, yang dijadikannya sebagai kerangka penyusunan Organizational Helath Inventory (OHI).

11 Karakteristik Manajemen Sekolah

1. Karakteristik1: Perencanaan dan Pengembangan Sekolah

* Perencanaan merupakan dasar bagi fungsi manajemen lain
* Perencanaan merupakan pernyataan mengenai kehendak di masa depan yang ingin dicapai
* Perencanaan meliputi jangka pendek, menengah dan panjang
* Sekolah yang efektif memiliki rencana pengembangan sekolah yang disepakati bersama


Minggu, 30 Mei 2010

Pembentukan Karakter Peserta Didik melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Fitrah *) bag. 2


II. Fitrah
Dr. M. Quraish Shihab, M.A. lewat tulisannya “Wawasan Al Qur’an”, (www. media.isnet.org-2007) menyatakan bahwa dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain “penciptaan” atau “kejadian”. Dalam Al-Quran kata ini dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak dua puluh delapan kali, empat belas diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Yang terakhir ini ditemukan sekali yaitu pada surat Ar-Rum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS.30:30)
Muhammad Thahir bin Asyur (2003) dalam tafsirnya Al-Tahrir tentang surat Ar-Rum di atas sebagaimana yang dapat dibaca di www. media.isnet.org menyatakan bahwa: Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta ruhnya).
Manusia berjalan dengan kedua kakinya adalah fitrah jasadi (jasmani) nya, kemampuan manusia merumuskan masalah dan mengambil kesimpulan adalah fitrah akliah (akal) nya, kemampuan manusia menerima ilham, dan memanfaatkan bashirah adalah fitrah ruhiyah-nya. Pembelajaran Berbasis Fitrah bertumpu pada Fitrah Ruhiyah peserta didik, dimana bashirah-nya akan mengendalikan akal pikirannya.
Konsepsi fitrah telah ada sejak manusia diciptakan, artinya pada diri setiap orang terdapat potensi fitrah yang senantiasa mendorong manusia berbuat kebajikan, menjadikan dirinya sebagai sumber daya yang bermanfaat bagi lingkungan, bagi sesama manusia. Fitrah bermakna bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci, tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, berarti ia mencari kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan (karena itu menjelang Hari Raya Iedul Fitri tiap individu Muslim, berkewajiban membayar Zakat Fitrah, zakat untuk menyucikan jiwa). Jiwa manusia condong kepada kebaikan, sebagaimana firman Allah,
“….tetapi Allah menjadikan kamu cinta pada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci pada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana” (QS Al Hujuraatt: 7-8)
III. Bashirah
Seorang Sufi, Abdurrozaq al-Qasyảni (1265M) didalam kitabnya al-Isthilahat al-Sufiyyah, menyatakan al-Bashirah ialah kekuatan hati yang dilimpahi cahaya Ilahi yang dengannya hati dapat melihat hakikat batin sesuatu perkara sebagaimana mata dapat melihat lahiriah sesuatu benda.
Bashirah, adalah pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Berbeda dengan qalb/kalbu/hati yang tidak konsisten, bashirah selalu konsisten kepada kebenaran dan kejujuran. Ia tidak bisa diajak kompromi untuk menyimpang dari kebenaran. Bashirah disebut juga sebagai nurani, dari kata nur, .Bashirah adalah cahaya ketuhanan yang ada dalam hati, nurun yaqdzifuhullah fi al qalb. Interospeksi, tangis kesadaran, kecerdasan, religiusitas, god spot,bersumber dari sini.
”Katakan ini adalah jalanku. Aku menyeru kepada Allah atas dasar bashirah. Demikian pula orang orang yang mengikutiku”. (QS: Yusuf:108)
“Akan tetapi di dalam jiwa manusia itu ada bashirah (yang tahu)” (QS.Al Qiyaamah:14).
Manusia yang sudah mampu menghadirkan “Kekuasaan Allah” pada “Bashirah” yang ada dalam jiwanya tentulah akan memperoleh Nafsu Mutmainnah atau jiwa yang tenang, dan insya Allah akan selalu dapat menghindarkan dirinya dari hal-hal yang negatip, kontra produktip.
IV. Pembelajaran Berbasis Fitrah
Pembelajaran Berbasis Fitrah adalah pembelajaran yang mengupas masalah fitrah dalam makna; suci. Hal ini mengingatkan kita semua, terutama kalangan pendidik, bahwa: ‘Kesucian Jiwa’ memegang peranan penting dalam prilaku dan keberhasilan manusia dalam menjalani hidupnya.
Jiwa yang kering dan jauh dari nilai-nilai agama adalah jiwa yang cenderung membuat seseorang, atau sekelompok orang berbuat tanpa kearifan dan cenderung mengabaikan etika, estetika, dan ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’
Jiwa adalah bagian dari Fitrah dalam makna; penciptaan yang dilakukan oleh Allah sebagai Sang Pencipta (al Khalik). Untuk ini Allah telah berfirman dalam surah Asy Syams ayat 7-10 . berikut,
“(7)Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya).(8) Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. (9) Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. (10) Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”
Surah Asy Syams ayat 7-10 ini mengingatkan kita bahwa pada fitrah diri manusia ada “kekuatan yang tersimpan” berupa ilham ketakwaan yaitu kemampuan seseorang untuk mentaati aturan dan ada “kelemahan yang tersimpan” berupa ilham kefasikan yaitu kecenderungan seseorang untuk melanggar aturan, bahkan aturan yang dibuat olehnya sendiri, karena itulah Allah SWT mengingatkan, ‘beruntunglah orang yang senantiasa mampu mensucikan jiwanya’.
Jika manusia mampu menyadari fitrah dirinya yang hakiki dan suci dan mengenali keberadaan “kekuatan yang tersimpan”, untuk kemudian mampu mengeluarkannya, mengalirkannya ke dalam aliran darah, pikiran, dan jiwanya, ketenangan batin akan menyeruak memenuhi sekujur tubuhnya.
Dia pun akan melangkah dengan mantap, menyusuri hari-harinya, jauh dari rasa cemas, dan rasa takut, karena dia tidak lagi merasa sendiri, “Kekuasaan Allah” selalu hadir mendampingi dalam jiwanya. Perlahan tapi pasti dia akan memperoleh kecerdasan spiritual yang mendukung tumbuhnya kecerdasan intelektual.
Efek dari semua ini adalah: dia mampu berpikir besar dan berbuat besar, tanpa pernah merasa besar. Dia dapat menjadi tokoh penting dalam masyarakat tanpa pernah merasa menjadi orang penting. Dia adalah pencontoh paling nyata dari sifat Rasullullah; Sidiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya),Tabligh (selalu menyerukan kebaikan), dan Fatanah (cerdas).
Kunci keberhasilan untuk meraih kesucian jiwa – dimana bashirah kemudian berperan besar dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual – adalah:
  1. Yakin dan sangat yakin pada keberadaan dan kekuasaan Allah.
  2. Senantiasa berusaha mensucikan jiwa dengan selalu ikhlas ber-dzikir mengingat Allah.
  3. Melakukan semua perintah Allah dan menjauhi larangannya dalam rangka: menghambakan diri kepada Allah
V. Penutup
Jika seminar yang diselenggarakan ini adalah seminar pada umumnya – yang hanya menyisakan rangkaian kata-kata melayang tanpa bekas di udara dan kertas makalah yang bertumpuk – maka makalah yang ditulis ini menjadi sesuatu yang bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa, melainkan hanya seonggok tulisan yang ditulis sekedar untuk mengikuti kehendak panitia.
Jika kata demi kata yang terangkai menjadi kalimat ditempatkan sebagai sebuah makna yang patut direnungkan, insya Allah yang menulis makalah, dan yang membaca makalah akan mendapatkan curahan kasih sayang Allah dalam volume dan nilai yang sama.
Jika makalah ini dibaca oleh saudara yang non muslim, percayalah dalam ajaran agama (atau ajaran budaya) saudara pun sangat dilarang pemujaan yang berlebihan terhadap harta, tahta, serta dunia dengan segala isinya, sehingga nilai-nilai kemanusiaan kita yang luhur – yang membedakan kita dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan – tergadaikan.
http://mmursyidpw.wordpress.com/2010

Kepala Sekolah dan Optimalisasi Kompetensi Guru


Mencermati isu seputar pendidikan akhir-akhir ini tak urung membuat saya (guru biasa) merasa harus lebih banyak lagi membaca guna memperoleh banyak referensi ketika harus berargumentasi. Dari hasil baca-baca tersebut lalu mengkomparasikannya dengan realita yang ada maka saya terbitkan entri ini dengan berkeyakinan bahwa kita, pemangku kepentingan di bidang pendidikan, sudah tidak lagi anti saran dan alergi terhadap kritik.
Tulisan ini sama sekali bukan dalam rangka menohok seseorang, melainkan tidak lebih dari sekedar untuk mengingatkan diri sendiri dan kita semua bahwa suatu sekolah agar dapat menjalankan fungsi pelayanan pendidikan yang baik terhadap masyarakat sangat dipengaruhi di antaranya oleh kadar kompetensi kepala sekolah yang memimpinnya. Salah satu factor yang paling menentukan adalah sejauh mana seorang kepala sekolah mampu berkontribusi dalam rangka mengoptimalkan kompetensi guru yang dipimpinnya.

Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah

Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah

(Disajikan pada Temu Konsultasi dalam Rangka Koordinasi dan Pembinaan Kepegawaian Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Biro Kepegawaian, Griya Astuti Nopember 2006
Oleh : Suhardjono
(Anggota tim penilai Karya Tulis Ilmiah guru dan pengawas.)

Pengantar
Kiranya, kita sependapat bahwa tenaga kependidikan memegang peran dalam mencerdaskan bangsa—pada sajian ini, guru digunakan sebagai acuan bahasan, namun demikian berbagai kebijakan umumnya juga berlaku bagi pengawas, penilik maupun pamong belajar. Karena itu, berbagai kebijakan kegiatan telah dan akan terus dilakukan untuk meningkatkan: karir, mutu, penghargaan, dan kesejahteraannya. Harapannya, mereka akan lebih mampu bekerja sebagai tenaga profesional 3 dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu kebijakan penting adalah dikaitkannya promosi kenaikan pangkat/jabatan guru dengan prestasi kerja. Prestasi kerja guru tersebut, sesuai dengan tupoksinya, berada dalam bidang kegiatannya: (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, (3) pengembangan profesi dan (4) penunjang proses pembelajaran. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993, nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru. Kebijakan itu di antaranya mewajibkan guru untuk melakukan keempat kegiatan yang menjadi bidang tugasnya, dan hanya bagi mereka yang berhasil melakukan kegiatan dengan baik diberikan angka kredit. Selanjutnya angka kredit itu dipakai sebagai salah satu persyaratan peningkatan karir. Penggunaan angka kredit sebagai salah satu persyaratan seleksi peningkatan karir, bertujuan memberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih professional terhadap kenaikan pangkat yang merupakan pengakuan profesi, serta kemudian memberikan peningkatan kesejahteraannya.

UN; Mendorong Sifat Pragmatis Siswa, Guru, dan Kepala Sekolah

PRO-KONTRA pelaksanaan ujian nasional (UN) kini telah jelas semuanya: ujian itu tetap akan dilaksanakan (SM, 28 Januari 2010). Bahkan, jika tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan pada April, tahun ini dimajukan menjadi Maret. Maka, kesibukan sekolah-sekolah saat ini diwarnai dengan persiapan ujian nasional, mulai dari pelaksanaan uji coba sampai pendalaman-pendalaman materi yang akan di-UN-kan. Karena itu, tidak mengherankan jika aktivitas yang menyangkut guru, seperti seminar dan pelatihan, banyak diundur setelah Maret.
Bagaimana masyarakat menyikapi UN? Ternyata selama ini ujian itu telah dianggap sebagai momok oleh masyarakat, terutama oleh siswa dan penyelenggara pendidikan: guru, kepala sekolah, sampai kepala dinas pendidikan.
Mula-mula, UN dianggap sebagai indikator keberhasilan pendidikan. Sekolah yang dianggap berhasil adalah sekolah yang tingkat kelulusan UN-nya tinggi. Dinas Pendidikan menekan kepala sekolah, lalu kepala sekolah menekan guru.
Karena itu, yang terjadi kemudian, guru, kepala sekolah, bahkan kepala Dinas Pendidikan, melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan persentase lulusan. Di sinilah pangkal tolak semuanya: bagaimana caranya supaya tingkat kelulusan UN-nya mencapai 100%, bahkan dengan rentangan nilai tinggi.

Pengembangan Profesi Guru

PENGEMBANGAN PROFESI
Oleh: Mohammad Ashuri

PENDAHULUAN
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Guru-guru yang profesional inilah yang diharapkan dapat membawa atau mengantar peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki masyarakat abad 21 yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sangat kompetitif. Jika guru tidak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin mereka dapat membantu dan membimbing peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik manusia yang kompitabel di era globalisasi ini.
Selengkapnya....